Penyelesaian Sengketa Khalwat Melalui Non Litigasi (Studi Analisis Desa Teupi Resip Lhokseumawe Aceh)
Abstract
Dalam Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat, diatur secara tegas mengenai 18 jenis sengketa atau perselisihan yang dapat diselesaikan melalui lembaga adat. Hal itu termuat dalam Pasal 13 ayat (1) yang juga disebutkan bahwa perkara khalwat masuk dalam 18 jenis kasus yang diselesaikan secara adat, yaitu melalui prosedur musyawarah adat di tingkat Gampong oleh tokoh-tokoh adat. Namun, dalam Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat mengharuskan bahwa pelaku jarimah khalwat dikenakan uqubat cambuk, hal itu termuat dalam Pasal 23 ayat (1) yang menegaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan jarimah khalwat, diancam dengan uqubat ta`zir cambuk paling banyak 10 (sepuluh) kali atau denda paling banyak 100 (seratus) gram emas murni atau penjara paling lama 10 (sepuluh) bulan. Sehingga memunculkan pertanyaan bagaimana proses penyelesaian perkara khalwat secara adat menurut Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008, dan penyelesaian proses perkara pidana khalwat menurut Qanun Jinayat Nomor 6 Tahun 2014. Untuk memperoleh jawaban, penulis menggunakan penelitian Empiris, untuk mengetahui data di lapangan dan gejala-gejala lainnya, sementara pendekatan yang dipakai adalah pendekatan yuridis empiris di mana data primer akan dianalisis dengan regulasi yang ada. Hasilnya, penulis menyimpulkan bahwa penyelesaian perkara khalwat secara adat yang diharuskan oleh Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat adalah perkara khalwat dalam kapasitas ringan, atau kasus-kasus khalwat yang tidak memiliki barang bukti dan saksi yang cukup, begitupun apa yang tertuang dalam Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Bahwa yang mengharuskan setiap perkara khalwat dikenakan “uqubat cambuk” adalah perkara khalwat yang memenuhi unsur baik berupa barang bukti maupun saksi. Namun, penulis menilai untuk mencegah agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam memahami kedua regulasi tersebut, Pemerintah Aceh berkewajiban untuk melakukan sosialisasi.
Downloads
Copyright (c) 2024 Hanafi Urwatil Usqo, Mhd Yadi Harahap
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.